Ambil sesukamu harta
orang lain, Allah akan mengambilnya kembali.
Relakanlah setiap
musibah yang terjadi, Allah yang akan menggantinya
Opah dan omah mertuanya Bang Herman datang bertamu ke rumah
Luqman. Di rumah Luqman, masih ada ustadz Basuki yang juga datang bertamu hari
raya.
Luqman jadi tidak enak hati,
seharusnya gayung yang datang ke ember, tapi ini malah ember yang datang ke
gayung. Maksudnya, seharusnya dialah yang datang bersilaturrahmi ke rumah
ustadz basuki dan Opah Omah. Tapi ini terbalik, malah beliau-beliau yang datang
ke rumah Luqman.
“Enggak apa-apa, Opah sama Omah
kemari sambil ngeliat si kecil, Wirda,” kata Opah.
Pembicaraan berkembang hingga ke
satu cerita tentang haji Gani, tetangga Opah waktu tinggal di kampung sebelah,
kampung kresek. Cerita tentang Haji Gani ini adalah cerita enam tahun yang
lalu, tapi sampai saat ini masih jadi contoh bagi orang kampung Ketapang dan
sekitarnya tentang kebenaran Tuhan. Yaitu siapa saja yang mengambil hak orang
lain, maka suatu saat hak tersebut akan diambil juga oleh Tuhan. Seribu satu
cara bagi Allah untuk mengambil kembali harta haram kita. Yang jelas, kalau
sudah datang keputusan ini, sengsaralah kita. Kecuali kita beroleh ampunan dan
rahmat-Nya kembali.
***
Cerita berawal kira-kira dua puluh tahunan
yang lalu, sekitar awal 80-an, Haji Syarif, bapaknya Haji Gani, meninggal.
Sebagai orang betawi dulu, Haji Syarif meninggalkan warisan tanah yang lumayan
banyak. Cukup kalau sekadar dibuat untuk pegangan hidup sehari-hari.
Waktu itu, Haji Gani memiliki satu
saudara laki-laki, Shobur. Hak Shobur tidak diberikan oleh haji Gani. Alasannya
Shobur masih kecil. Tapi kemudian, “praktik monopoli” yang dilakukan Haji Gani
menjadi terus menerus, alias hak Shobur tidak kunjung di berikan meski dirinya
sudah dewasa dan berkeluarga. Menurut cerita orang-orang kampung, Haji Gani
mengatasnamakan semua harta warisan menjadi atas namanya sendiri. Tidak
disisakan satu meter pun untuk Shobur, saudara satu-satunya. Sebagian besarnya
sudah di jual oleh Haji Gani, dimakan sendiri. Shobur sendiri lebih banyak
menerima tanpa banyak protes.
Kemudian enam tahun yang lalu,
tepatnya tahun 1995, tanah peniggalan orang tuanya mereka yang sejak semula
hanya dinikamti oleh Haji Gani, tinggal 400 m2 yang di atasnya
berdiri rumah Haji Gani. Shobur sendiri tidak memiliki tanah dan rumah. Dia
mengontrak di kampung ketapang, yang saat ini menjadi tetangga Luqman.
Lalu terjadilah suatu kejadian, yang
mengakibatkan kehidupan Haji Gani seakan berakhir, dan Shobur justru naik
status social ekonominya.
Pada pertengahan 1995, Haji Gani
mendapatkan tetangga baru, Asiang, Cina Medan. Si Asiang ini berkongsi dengan
Haji Gani, usaha konveksi. Pada mulanya usaha mereka ini sangat maju sehingga
Haji Gani tampak simpatik kepadanya.
Suatu ketika, Asiang berbicara
dengan Haji Gani, bahwa mereka bisa dapat pinjaman dana dari bank. Syaratnya
adalah ada jaminan. Tanpa beban Haji Gani percaya saja kepada Asiang,
menyerahkan surat tanah dan rumahnya untuk dijadikan jaminan. Bank memberikan
pinjaman yang lumayan besar, lima puluh juta rupiah. Tapi hanya sebulan setelah
uang cair, Asiang kabur. Tinggallah Haji Gani yang kebingungan dengan kejadian
ini. Karena Cuma itu yang dia miliki dan keluarganya.
Ketika akan kabur, Asiang sempat
bertemu dengan Shobur. Tetapi justru Shobur yang mendapat sebagian dana
pinjaman yang didapat dari bank tersebut. Asiang memberikan empat mesin obrak
bekas, seharga dua belas juta rupiah. Ternyata Asiang bermitra dengan Shobur.
Sejak itu, Haji Gani seperti
menunggu saat-saat rumahnya diekseskusi saja. Di kemudian hari, rumah itu
dijual oleh bank. Rumah itu tinggal seharga seratus lima puluh juta rupiah.
Setelah dipotong utang bank, komisi dan biaya pengurusan jual belinya, Haji
Gani masih mempunyai uang tiga puluj juta rupiah lagi. Tapi lagi-lagi Shobur
tidak dibagi lagi, alasannya dia sendiri sedang melarat. Dia berkilah, uang ini
akan digunakannya untuk kembali meneruskan uasaha yang pernah dirintisnya
dengan Asiang.
Malang bagi Haji Gani, krisis
moneter datang menerpa bagai badai yang memorak-porandakan semua yang ada
dibumi. Usahanya bankrut, sedangkan dia sendiri tidak sempat untuk memberli
rumah lagi. Akhirnya, kini Haji Gani hanya tinggal di kontrakan yang kecil
saja. Itupun karena ikut dengan menantunya.
Bagaimana dengan Shobur? Beberapa
tahun sejak kejadian, usaha Shobur malah makin maju. Dia bahkan sudah bisa
membeli beberapa petak tanah yang di atasnya dibangunnya sebuah kontrakan, di
kampung Kresek. Di sanalah justru Haji Gani tinggal, di kontrakan Shobur.
***
Allah Maha
Adil. Allah Maha Sempurna hisab-Nya. Haji Gani memakan harta Shobur, tapi
akhirnya dia kehilangan semua harta yang pernah diambilnya tersebut, hingga tak
bersisa, sedangkan Shobur dengan segala penderitaannya malah naik derajatnya.
Tapi kalau Haji Gani mau berpikir
lebih jauh lagi, dia sesungguhnya sedang diberikan karunia yang sangat besat
oleh Tuhan, yaitu kesempatan untuk bertobat. Di sisa umurnya, Haji Gani dapat
berubah menjadi haji sebenar benarnya haji, yang menundukkan jiwa dan raganyadi
hadapan Allah Swt.
belajar dari kisah di atas kita juga
harusnya mesti berpikir, apa gunanya kekayaan, bila kekayaan itu adalah bukan
hasil keringat kita. Apa gunanya kita ambil dari orang lain. Dan untuk apa
kenikmatan, bila kita hanya menikmati itu dalam kesendirian. Manusia hidup ada
akhirnya, manusia hidup ada pertanggungjawabannya.
Dunia bukan segalanya. Masih ada
kehidupan hari esok yang harus kita pikirkan. Yaitu kehidupan di hari kedua
setelah kita dibangkitkan dari kematian.
Sudahilah mengambil hak yang bukan
hak kita, apalagi kalau mengambilnya dengan susah payah dan penuh resiko.
Percuma, nanti juga hilang. Sudahilah bohong, karena kebohongan itu akan
menyulitkan diri sendiri. Sudahilah menyakiti orang lain, merugikan orang lain,
sebab percuma saja, kerugian dan kesakitan itu akan kembali kepada yang
menyakiti itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar