BUKAN HANYA SEKEDAR
KEKAYAAN YANG HARUS DI CARI
Pak Sadeli yang sempat kaya raya itu
termenung. Di usianya yang menginjak umur paaruh baya, kejayaannya sirna. Satu
demi satu harta kekayaannya musnah. Usahanya bangkrut, harta benda habis dijual
untuk menutupi hutang dan kekayaan pun habis degerogoti anak-anaknya. Bahkan,
kini untuk bisa makan pun terbayang kesusahan yang sempurna. Simpanannya paling
hanya bisa membuat dia dan istrinya bertahan dua tau tiga bulan lagi.
Di tambah merenung bila memikirkan
anak-anaknya yang “porak-poranda”. Rumah tangga si Sulung di ambang kehancuran
sebab suaminya yang selingkuh. Sehubungan dengan putri sulungnya, Pak Sadeli
jadi ingat dirinya sendiri. Dulu dia juga seperti itu. Dia suka bermain
perempuan ketika sedang banyak uang di kantongnya. Siapa sangka ternyata
anaknya juga mengalami hal yang sama seperti ibunya. Ini menyakitkan, karena
sepertinya sejarah akhirnya berbalik menimpa anak-anaknya sendiri.
Anaknya yang kedua, meninggal karena
balapan motor. Ini pun menyesakkaan dada, karena ia tahu jawabannya, mungkin
tuhan tidak suka dengan caranya mendapatkan motor itu yang di beli lewat uang
yang batil. Dia telah menyesal “menukar” nyawa anaknya dengan ketamakan.
Terakhir, anaknya yang bontot kini
sedang berjuang melawan kebergantungannya terhadap obat-obatan. Badannya sudah
seperti tengkorak hidup. Kurus, tak bercahaya. Lagi-lagi dia terpukul dengan
perbuatannya sendiri. Dia menyesal karena telah memberi anaknya rezeki yang
haram, yang menyebabkan anak-anaknya mudah dekat dengan hal-hal yang diharamkan
oleh Allah dan kesusahan.
Kehidupannya berantakan dan dia
selalu malu bertanya kepada tuhan apa gerangan dosa-dosa yang membuat
kehidupannya dirundung masalah. Dia malu, karena dia tahu jawabannya. Dia
begitu jauh dari Tuhan. Karena itu, kehidupannya tiada keberkahan. Dia yakin
kalau saja kehidupan sebagaimana layaknya seorang Mukmin dan Muttaqin, tentu
Allah akan pakaiakan kepadanya pakaian kebaikan, pakaian keberkahan.
Carilah penghidupan dengan cara-cara
yang membawa kepada keberkahan. Karena sesungguhnya yang seharusnya manusia
cari bukanlah sekedar kekusaan dan kemewahan, malainkan juga ketenangan dan
kebahagiaan.
Pak Sadeli kemudian berkunjung ke
rumah Luqman. Dia ingin minta nasihat, meski Luqman lebih muda, ia merasa tidak
ada salahnya bertukar pikiran. Pak Sadeli tidak mau terlambat. Dia masih
memilii badan yang sehat, begitu juga istrinya. Si Sulung juga masih bisa
diselamatkan rumah tangganya dan si bontot masih mungkin disembuhkan.
“dekati
Allah lagi. Mungkin bapak sudah begitu lama meninggalkan serta melupakan-Nya.
Dia Maha pengampun, pak… Maha pemaaf. Ampunan serta maaf-Nya selalu akan lebih
besar daripada dosa dan kesalahan kita, bahkan masih jauh lebih luas ketimbang
marah-Nya sendiri”, segera Luqman memberi pandangan.
“Saya bahkan yakin, kalau bapak
sudah tahu jawabannya mengenai apa yang sesungguhnya terjadi pada masa lalu
anda. Bapak hanya butuh keyakinan tambahan, itu saja. Maka renungkanlah di
saat-saat orang terlelap dalam tidurnya, merenunglah lewat tahajjud. Dan segera
minta perbaikan dari Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu”, Luqman
melanjutkan.
Pak Sadeli mafhum. Dulu dia sangat
muda, dia banyak makan harta anak yatim. Tanah saudara-saudaranya dikusainya,
dijual dan dinikmati sendiri.
Lantaran inilah mungkin dia menerima
semua akibatnya. Tidak ada keberkahan dalam kehidupannya. Tidak ada ketenangan
dalam jiwanya. Hidup berkesudahan dengan kehancuran, jiwa rusak oleh
kegelisahan. Dia sadar, dia pernah kaya. Tapi kekayaan dan kejayaannya itu
berujung kepada kepahitan dan berumur lama. Dia juga tahu sebenarnya bukan emas
yang dia genggam melainkan bara. Bara dari neraka. Bukan permata yang disimpan,
tapi bensin yang siap disulut yang disimpan.
Demikianlah, kekayaan dan
kejayaan yang berasal dan harta yang
batil justru akan membuat kita sengsara di penghujung kehidupan, kecuali kita
segera bertobat sebelum kematian datang. Harta yang bukan hak seberapa pun akan
diambil yang maha kuasa juga.
***
Kisah di atas adalah kisah Pak
Sadeli yang tak mendapatkan ketenangan dan keberkahan, sebab ia telah memakan
harta anak yatim. Tapi pernahkah kita juga meneliti kehidupan kita sendiri?
Bahwa kita pun mungkin saja berbuat yang demikian, jadi berhati-hatilah dalam
mengarungi kehidupan ini.
0 komentar:
Posting Komentar