“KAS….KAS…..KAS….”
KEHIDUPAN YANG RAPUH
Kekayaan yang di
bangun atas kebohongan, dan kemuliaan yang di bangun atas kehinaan adalah
kekayaan dan kemuliaan yang sangat rapuh.
“Apakah
seseorang di antara kamu menyukai sebidang kebun kurma dan anggur yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai, di dalam kebun itu tumbuh bermacam-macam pohon
buah-buahan. Kemudian datanglah masa tua kepada orang itu sedangkan dia
meninggalkan keturunannya yang masih kecil-kecil. Lalu kebunnya di tiup angin
ributnyang mengandung api, maka terbakarlah kebun itu. Demikianlah Allah
menerangkan tanda-tanda kekuasaannya kepada kamu supaya kamu
memikirkannya.”(Q.S al-baqarah: 266)
Sudah beberapa
hari ini Luqman Hakim memerhatikan seorang bapak tua yang hamper setiap pagi
menyapa Luqman dengan sapaan yang khas. Usia bapak itu hampir memasuki masa
senja, mungkin sudah kepala tujuh. Sebutannya saja “Pak Tua”. Tapi penampilan
fisik pak tua itu sudah mengangumkan. Meski kurus dia kelihatan bagus dan
prima.
“kas…kas…kas…”
suara keras yang keluar dari mulut Pak Tua sambil mendorong gerobak. Kas adalah
penggalan kata dari “ Barang Bekas”.
Luar biasa !
Luqman melihat bapak tua itu sebagai sosok yang sangat hebat. Bapak itu adalah
pedagang barang bekas, yang berkeliling setiap pagi untuk mencari apakah ada
yang berkenan menjual barang bekasnya kepada dia. Suara itu begitu lantang dan
nyaring terdengar. Bila tidak melihat dari sosok siapa suara itu keluar,
niscaya tidak akan di kenali bahwa suara itu keluar dari mulut seorang Pak Tua,
yang mestinya sudah tidak kuat berjalan.
Luqman pernah
ngantor di sebuah redaksi majalah tasawuf. Di sanalah, Luqman memperhatikan Pak
Tua dengan bapak-bapak tua yang lain, yang bahkan yang berasal dari golongan
yang jauh lebih mapan( bahasa lainnya lebih kaya) yang ketika memasuki usia
senja, mereka mempunyai tubuh yang rapuh.
Betapa banyak
orang tua yang tidak berdaya ketika memasuki masa tua. Mereka mempunyai
penyakit kronis dan komplikasi, yang membuat seluruh aktivitas mereka terhenti.
Mereka lebih banyak “dipaksa” untuk berdiam diri. Bahkan, ketika lebih jauh
Luqman melakukan perbandingan antara Pak Tua dan dunia luar, dia menemukan
ternyata bukan hanya mereka yang “bau tanah” yang memiliki fisik lemah,
terbaring dalam ketidakberdayaan. Dapat di temukan juga professional-prosfesional
muda dan para remaja yang semestinya masih segar, justru tidak berdaya ketika
beraktivitas
***
“ kas…kas…kas..”
suara itu kembali terdengar ketika Luqman baru saja bersentuhan dengan sajadah
menyempatkan shalat dhuha. Luqman segera bergegas bangun dan berlari kecil
mengejar Pak Tua.
“Pak! Tunggu!”
Patk Tua menoleh. Mukanya terlihat begitu cerah. Seakan Luqman adalah seorang
pelanggan barunya.
“Iya, De?” Pak
Tua menunggu lanjutan kalimat Luqman tak sabar.
“Mau jual barang
apa?” pasti pertanyaan itu yang di tunggu pak tua. Tapi bukan itu, buka itu
maksud Luqman memanggil Pak Tua.
“Ini ada titipan
uang dari seorang ibu(selembar dua puluh ribu) untuk bapak”, lanjut Luqman
sambil tersenyum.
“Ibu siapa, ibu
yang mana?” Tanya Pak Tua kemudian.
Tapi gerakan Pak
Tua seolah menolak halus bila ada yang memberikan dengan kesan Cuma-Cuma. Satu
lagi perbedaan yang terlihat. Berbeda sekali dengan kita umumnya yang justru
banyak mengharapkan pemberian dari orang lain, ketimbang memberi.
“Bapak tidak
usah tanya, karena saya juga tidak tahu, terima saja dan doakan dia.”
“Alhamdulillah,
De…terima kasih”, ujar Pak Tua. Tangannya bergetar menerima uang itu dan
menempelkannya cukup lama di jidatnya.”Saya pergi lagi ya”, kata Pak Tua yang
di anggukkan Luqmna sambil tersenyum.
“kas…kas…kas”,
penggalan kalimat dari “ Barang Bekas” itu kembali terdengar.
***
Apa Gerangan
yang membuat kondisi fisik Pak Tua itu terlihat prima? Dan dialog-gialog
singkat yang Luqman lakukan dengan Pak Tua di hari-hari berikutnya ditemukan sekian
jawaban. Jawabannya biasa saja, sudah sering kita dengar. Tapi ada baiknya kita
ingatkan lagi agar mempercapat munculnya kesadaran kita untuk berbenah. Satu
dari sekian jawabannya adalah menyangkut cara kita menjalani kehidupan; baik
dalam hal mencari makan, rezeki, dan cara memandang kekayaan.
Ketika ditanya
perihal apa yang membuat Pak Tua tetap sehat, jawabannya adalah,”Saya mah
enggak punya pikiran, De!”, tentu saja yang dimaksud olehnya, mungkin dia tidak
punya beban fikiran yang memaksa tubuhnya bekerja melampaui batas.
Manusia
modern sering di artikan sebagai manusia yang aktif. Tapi yang terjadi sering
kali hiper aktif. Hidup menjadi tidak wajar. Terus mencari kekayaan, tapi tidak
pernah”menikmati”. Tentu saja kreativitas dan aktifitas mesti di optimalkan.
Tetapi yang lebih penting adalah jangan sampai kita terjebak kedalam rutinitas
pencarian kekayaan itu dan melupakan keharusan beragama. Di khwatirkan, kita
akan menjadi budak kesibukan yang terpenjara waktu. Ditakutkan, hati menjadi
gersang dan jiwa menjadi kering . apalagi jika kita tahu, selain lapisan kasar
manusia juga memilki lapisan halus, dimensi ruh yang juga harus diperhatikan.
Manusia-manusia yang money oriented
atau harta oriented, cendrung melupaka
pasangan hidup, anak, keluarga mereka dan bahkan diri mereka sendiri.
Sekali
lagi, kerja keras perlu kita lakukan. Karena tidak ada keberhasilan tanpa kerja
keras dan kesungguhan. Tetapi harus diingat, ada sisi lain dari kehidupan yang
juga harus diperhatikan yaitu ruhani. Di samping tentunya adalah bahwa apa yang
harus kita lakukan, lakukan dalam koridor llahiah dan korodor komunitas nilai
iman dan islam. Bahasa gampamnya istiqamah; hidup lurus dan jangan
“macam-macam”, serta meyakini bahwa Allah tuhan kita .
Hal
yang bisa di petik dati dialog dengan Pak Tua itu di antaranya adalah
kewajaran, sikap “nerima” dan menjalani kehidupan apa adanya. Sikap ini membuat
Pak Tua begitu rileks. Di pikirannya, cukup makan saja sudah bagus. Berhenti
sampai di sini. Kalaulah tuhan memberikan rezeki yang berlebih, itu menunjukkan
kebaikan tuhan kepadanya.
Berbeda
sekali dengan sebagian(hanya sebagian) dan kebanyakan pekerja professional,
pebisnis handal, yang bertipe “Pekerja
keras “. Kenapa di berikan tanda kutip, karena dimaksudkan di sini, saking
kerasnya sampai melupakan kebutuhan fitrah fisik jiwa dan jiwanya sendiri. Ia
butuh istirahat, butuh kesenangan, sehingga untuk mereka yang bertipe seperti
ini cendrung mudah stress dan lelah. Kesenangan bukan dicari melalui
kefundamentalan sikap hidup, melainkan
sabagi pelarian setelah kepenatan lima sampai 6 hari bekerja. Kesenangan yang
bersifat “menghilangkan kepenatan” yang terlahir dari keinginan menghempaskan
stress sering kali menunjukkan gejala penyimpangan penyaluran. Sebagian dari
kita da kalanya menunjukkan keserakahan yang sebenarnya sangat melelahkan
mencari ke manusia. Perbedaan menyikapi hidup dan kehidupan mungkin yang
menyebabkan perbedaan antara Pak Tua dan kita. Ketika kita memandang kehidupan
penuh dengan symbol dan atribut kemewahan dan stasus sosial, kecendrungan untuk
mencapainya akan sangat mungkin terjadi. Tapi ketika kita memandang dunia
sebagai suatu perjalanan menuju persinggahan akhir dunia dan tahu akan akan
adanya kematian sebagai tempat transitnya, tentu kita akan berpikir lain.
Kekayaan
hati dan kecukupan, tampak sekali dimiliki oleh Pak Tua. Begitu juga
keseerhanaan dan tahu akan kemampuan dirinya sendiri. Semua ini membawanya ke
dalam ketenangan batin yang luar biasa, kehidupannya jauh dari beban yang
dipaksakan, jauh dari stress berlebih yang merupakan penyakit manusia modern.
Demi melihat hal ini, sesungguhnya ia jauh lebih kaya, jauh lebih senagn
daripada orang kebanyakan. Sebab Pak Tua memiliki hati yang sangat mulia.
Satu
lagi yang berbeda, yaitu makanan. Bukan Cuma pola makanannya yang tidak
berlebih, tetapi juga menyentuh hal yang mendasar perihal makanan, yaitu
asal-usul makanan itu sendiri.
Kebagusan
dan kehangatan fisik seseorang pada zaman serba modern ini, sering dilihat
hanya sebelah mata oleh kita, tidak utuh. Yakni hanya dari unsur “kesehatan”,
meliputi kadar gizi, kadar kebutuhan ini dan itu seeorang manusia dan lain
sebagainya yang selalu bersifat medis. Sementara itu, ada yang dilupakan yaitu
asal usul makanan yang di perolehnya. Masalah kehalalan.
Dalam
konsep rosul, makanan bergizi tinggi sekalipun, bila dikonsumsi berasalkan dari
rezeki yang haram, kegiziannya malah akan berubah menjadi “tambahan prnyakit”.
Nah,
tampaknya konsep kehalalan ini yang sudah mulai dilupakan orang. Ketika keluhan
badan sering sakit, anak sering rewel, tidak pernah melihat dari aliran rezeki
yang mengalir di badan kita, di badan anak dan pasangan kita. Pengontrolan
medis selalu kita cek melalui dokter. Coba sekali kali lakukan pengecekan
kesehatan melalui aspek ruhani. Lihat makanan kita, tanya si pencari rezeki,
pasangan kita,halalkah atau haramkah makanan yang dia bawa ke rumah. Lihat juga
sikap hidup kita, seimbangkah atau tidak, antara pemenuhan jasmani dan ruhani,
dan lain sebagainya.
Perbincangan
dengan Pak Tua, Luqman mengambil kesimpulan bahwa tubuh Pak Tua yang sehat itu
adaah juga lantaaran aliran darahnya terjaga dari barang-barang yang haram.
Mungkin demikian juga tubuh bapak-bapak tua yang lain tetap segar di usia
senjanya, diisi oleh makanan yang halal.
Terhadap
tubuh yang terlindungi dari makanan haram, penyakit enggan mendatangi. Makanan
dalam dimensi yang lebih luas mempunyai koneksi dengan cara seseorang menjalani
hidup kehidupan.
Seperti
sudah disebut di atas, makanan yang halal adalah makanan yang bukan saja baik, tapi
juga didapat dari cara-cara yang baik. Kebaikan menimbulkan ketengangan dan
keburukan mendatangkan keelisahan. Ini adalah rumusan yang di akui oleh siapa
pun. Maka mendatangkan makanan yang haram, sudah pasti akan membuat tubuh
menjadi gelisah. Tubuh yang gelisah, otomatis membuat tuh “tidak betah”.
***
Dalam konsep rosululloh, makanan bergizi tinggi, bila
dikonsumsi berasalkan dari rezeki yang haram, kegiziannya itu akan berubah
menjadi penyakit
Itulah beberapa hal yang membuat
pak tua terlihat begitu tegar dan begitu segar di usianya yang senja.
Berhati-hatilah untuk terlalu ngoyo mengejar kehidupan dunia ini. Nanti,
bukannya kesenangan yang didapat, melainkan penyakit. Tambah hati-hati lagi
untuk sebagian kita yang “sembarang” dalam mengais rezeki, mengejar status
social. Bisa –bisa ketika harta tergenggam, ketika statuss yang di inginkan
tercapai, semua itu tidak bisa dinikmati. Di dunia ini sangat banyak orang yang
begitu luar biasa “prestasi” masa mudanya, tapi begitu rapuh ketika memasuki
usia senjanya. Akhirnya, dia sendiri tidak bisa menikmati kekayaan yang
dibangunnya.
Misalnya
saja seseorang mempunyai kebun dengan beragam hasilnya, lengkap pula dengan
aksesorisnya. Tapi ketika masa tua datang, dia meninggalkan keturunan yang
payah dan kebun-kebun yang dimilikimya itu musnah terkena angin rebut yang
mengandung api.
Contoh
itu sangat tepat untuk menggambarkan keadaan manusia saat sekarang ini.
Adakalanya kita saksikan, waktunya menikmati kehidupan malah terbaring lemah,
tak mampu menikmati keindahan dunia yang sudah berhasil di genggamnya.
Adakalnya kita saksikan waktunya menikmati emas yang didulangnya, kesehatannya
malah lari dari kehidupan.
Demikianlah
sebagai bentuk kerapuhan, bukan saja kerapuhan pada masa senja, masa tua,
melainkan juga kerapuhan pada masa muda.
Dunia,
tanpa kesalahan saja, sudah begitu rapuh, apalagi bila ia di bangun dengan
kesalahan. Dunia sering menggoda dengan sejuta kenikmatan yang ia tawarkan,
tapi ketika ketika kita masuk ke dalam godaannya, tampaklah kecacatan.
“sesungguhnya
perumpamaan kehidupan dunia seperti ai hujan yang kami turunkan dari langit,
lalu di serap oleh tumbuhan bumi, dan di antaranya ada yang dimakan manusia dan
binatang ternak. Hingga apabila bumi menumbuhkan keindahan tumbuh-tumbuhan itu
dan menghiasinya dengan keanekaragamannya, lalu pemiliknya mengira bahwa mereka
menguasainya. Tiba-tiba datanglah kepadanya ketentuan kami di waktu malam atau
siang, maka kami menjadikannya suda dalam keadaan tersabit, seakan-akan kemarin
itu tidak pernah ada tumbuh-tumbuhan. Demkianlah kami jelaskan tanda-tanda
kebesaran kami bagi kaum yang mau berpikir”(Q.S Yunus : 24).
0 komentar:
Posting Komentar