Jumat, 03 Oktober 2014

KEHIDUPAN YANG RAPUH

“KAS….KAS…..KAS….”
KEHIDUPAN YANG RAPUH

Kekayaan yang di bangun atas kebohongan, dan kemuliaan yang di bangun atas kehinaan adalah kekayaan dan kemuliaan yang sangat rapuh.

“Apakah seseorang di antara kamu menyukai sebidang kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam kebun itu tumbuh bermacam-macam pohon buah-buahan. Kemudian datanglah masa tua kepada orang itu sedangkan dia meninggalkan keturunannya yang masih kecil-kecil. Lalu kebunnya di tiup angin ributnyang mengandung api, maka terbakarlah kebun itu. Demikianlah Allah menerangkan tanda-tanda kekuasaannya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.”(Q.S al-baqarah: 266)
Sudah beberapa hari ini Luqman Hakim memerhatikan seorang bapak tua yang hamper setiap pagi menyapa Luqman dengan sapaan yang khas. Usia bapak itu hampir memasuki masa senja, mungkin sudah kepala tujuh. Sebutannya saja “Pak Tua”. Tapi penampilan fisik pak tua itu sudah mengangumkan. Meski kurus dia kelihatan bagus dan prima.
“kas…kas…kas…” suara keras yang keluar dari mulut Pak Tua sambil mendorong gerobak. Kas adalah penggalan kata dari “ Barang Bekas”.
Luar biasa ! Luqman melihat bapak tua itu sebagai sosok yang sangat hebat. Bapak itu adalah pedagang barang bekas, yang berkeliling setiap pagi untuk mencari apakah ada yang berkenan menjual barang bekasnya kepada dia. Suara itu begitu lantang dan nyaring terdengar. Bila tidak melihat dari sosok siapa suara itu keluar, niscaya tidak akan di kenali bahwa suara itu keluar dari mulut seorang Pak Tua, yang mestinya sudah tidak kuat berjalan.
Luqman pernah ngantor di sebuah redaksi majalah tasawuf. Di sanalah, Luqman memperhatikan Pak Tua dengan bapak-bapak tua yang lain, yang bahkan yang berasal dari golongan yang jauh lebih mapan( bahasa lainnya lebih kaya) yang ketika memasuki usia senja, mereka mempunyai tubuh yang rapuh.
Betapa banyak orang tua yang tidak berdaya ketika memasuki masa tua. Mereka mempunyai penyakit kronis dan komplikasi, yang membuat seluruh aktivitas mereka terhenti. Mereka lebih banyak “dipaksa” untuk berdiam diri. Bahkan, ketika lebih jauh Luqman melakukan perbandingan antara Pak Tua dan dunia luar, dia menemukan ternyata bukan hanya mereka yang “bau tanah” yang memiliki fisik lemah, terbaring dalam ketidakberdayaan. Dapat di temukan juga professional-prosfesional muda dan para remaja yang semestinya masih segar, justru tidak berdaya ketika beraktivitas
***
“ kas…kas…kas..” suara itu kembali terdengar ketika Luqman baru saja bersentuhan dengan sajadah menyempatkan shalat dhuha. Luqman segera bergegas bangun dan berlari kecil mengejar Pak Tua.
“Pak! Tunggu!” Patk Tua menoleh. Mukanya terlihat begitu cerah. Seakan Luqman adalah seorang pelanggan barunya.
“Iya, De?” Pak Tua menunggu lanjutan kalimat Luqman tak sabar.
“Mau jual barang apa?” pasti pertanyaan itu yang di tunggu pak tua. Tapi bukan itu, buka itu maksud Luqman memanggil Pak Tua.
“Ini ada titipan uang dari seorang ibu(selembar dua puluh ribu) untuk bapak”, lanjut Luqman sambil tersenyum.
“Ibu siapa, ibu yang mana?” Tanya Pak Tua kemudian.
Tapi gerakan Pak Tua seolah menolak halus bila ada yang memberikan dengan kesan Cuma-Cuma. Satu lagi perbedaan yang terlihat. Berbeda sekali dengan kita umumnya yang justru banyak mengharapkan pemberian dari orang lain, ketimbang memberi.
“Bapak tidak usah tanya, karena saya juga tidak tahu, terima saja dan doakan dia.”
“Alhamdulillah, De…terima kasih”, ujar Pak Tua. Tangannya bergetar menerima uang itu dan menempelkannya cukup lama di jidatnya.”Saya pergi lagi ya”, kata Pak Tua yang di anggukkan Luqmna sambil tersenyum.
“kas…kas…kas”, penggalan kalimat dari “ Barang Bekas” itu kembali terdengar.
***
Apa Gerangan yang membuat kondisi fisik Pak Tua itu terlihat prima? Dan dialog-gialog singkat yang Luqman lakukan dengan Pak Tua di hari-hari berikutnya ditemukan sekian jawaban. Jawabannya biasa saja, sudah sering kita dengar. Tapi ada baiknya kita ingatkan lagi agar mempercapat munculnya kesadaran kita untuk berbenah. Satu dari sekian jawabannya adalah menyangkut cara kita menjalani kehidupan; baik dalam hal mencari makan, rezeki, dan cara memandang kekayaan.
Ketika ditanya perihal apa yang membuat Pak Tua tetap sehat, jawabannya adalah,”Saya mah enggak punya pikiran, De!”, tentu saja yang dimaksud olehnya, mungkin dia tidak punya beban fikiran yang memaksa tubuhnya bekerja melampaui batas.
                Manusia modern sering di artikan sebagai manusia yang aktif. Tapi yang terjadi sering kali hiper aktif. Hidup menjadi tidak wajar. Terus mencari kekayaan, tapi tidak pernah”menikmati”. Tentu saja kreativitas dan aktifitas mesti di optimalkan. Tetapi yang lebih penting adalah jangan sampai kita terjebak kedalam rutinitas pencarian kekayaan itu dan melupakan keharusan beragama. Di khwatirkan, kita akan menjadi budak kesibukan yang terpenjara waktu. Ditakutkan, hati menjadi gersang dan jiwa menjadi kering . apalagi jika kita tahu, selain lapisan kasar manusia juga memilki lapisan halus, dimensi ruh yang juga harus diperhatikan. Manusia-manusia yang money oriented atau harta oriented, cendrung melupaka pasangan hidup, anak, keluarga mereka dan bahkan diri mereka sendiri.
                Sekali lagi, kerja keras perlu kita lakukan. Karena tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras dan kesungguhan. Tetapi harus diingat, ada sisi lain dari kehidupan yang juga harus diperhatikan yaitu ruhani. Di samping tentunya adalah bahwa apa yang harus kita lakukan, lakukan dalam koridor llahiah dan korodor komunitas nilai iman dan islam. Bahasa gampamnya istiqamah; hidup lurus dan jangan “macam-macam”, serta meyakini bahwa Allah tuhan kita .
                Hal yang bisa di petik dati dialog dengan Pak Tua itu di antaranya adalah kewajaran, sikap “nerima” dan menjalani kehidupan apa adanya. Sikap ini membuat Pak Tua begitu rileks. Di pikirannya, cukup makan saja sudah bagus. Berhenti sampai di sini. Kalaulah tuhan memberikan rezeki yang berlebih, itu menunjukkan kebaikan tuhan kepadanya.
                Berbeda sekali dengan sebagian(hanya sebagian) dan kebanyakan pekerja professional, pebisnis handal, yang bertipe “Pekerja keras “. Kenapa di berikan tanda kutip, karena dimaksudkan di sini, saking kerasnya sampai melupakan kebutuhan fitrah fisik jiwa dan jiwanya sendiri. Ia butuh istirahat, butuh kesenangan, sehingga untuk mereka yang bertipe seperti ini cendrung mudah stress dan lelah. Kesenangan bukan dicari melalui kefundamentalan  sikap hidup, melainkan sabagi pelarian setelah kepenatan lima sampai 6 hari bekerja. Kesenangan yang bersifat “menghilangkan kepenatan” yang terlahir dari keinginan menghempaskan stress sering kali menunjukkan gejala penyimpangan penyaluran. Sebagian dari kita da kalanya menunjukkan keserakahan yang sebenarnya sangat melelahkan mencari ke manusia. Perbedaan menyikapi hidup dan kehidupan mungkin yang menyebabkan perbedaan antara Pak Tua dan kita. Ketika kita memandang kehidupan penuh dengan symbol dan atribut kemewahan dan stasus sosial, kecendrungan untuk mencapainya akan sangat mungkin terjadi. Tapi ketika kita memandang dunia sebagai suatu perjalanan menuju persinggahan akhir dunia dan tahu akan akan adanya kematian sebagai tempat transitnya, tentu kita akan berpikir lain.
                Kekayaan hati dan kecukupan, tampak sekali dimiliki oleh Pak Tua. Begitu juga keseerhanaan dan tahu akan kemampuan dirinya sendiri. Semua ini membawanya ke dalam ketenangan batin yang luar biasa, kehidupannya jauh dari beban yang dipaksakan, jauh dari stress berlebih yang merupakan penyakit manusia modern. Demi melihat hal ini, sesungguhnya ia jauh lebih kaya, jauh lebih senagn daripada orang kebanyakan. Sebab Pak Tua memiliki hati yang sangat mulia.
                Satu lagi yang berbeda, yaitu makanan. Bukan Cuma pola makanannya yang tidak berlebih, tetapi juga menyentuh hal yang mendasar perihal makanan, yaitu asal-usul makanan itu sendiri.
                Kebagusan dan kehangatan fisik seseorang pada zaman serba modern ini, sering dilihat hanya sebelah mata oleh kita, tidak utuh. Yakni hanya dari unsur “kesehatan”, meliputi kadar gizi, kadar kebutuhan ini dan itu seeorang manusia dan lain sebagainya yang selalu bersifat medis. Sementara itu, ada yang dilupakan yaitu asal usul makanan yang di perolehnya. Masalah kehalalan.
                Dalam konsep rosul, makanan bergizi tinggi sekalipun, bila dikonsumsi berasalkan dari rezeki yang haram, kegiziannya malah akan berubah menjadi “tambahan prnyakit”.
                Nah, tampaknya konsep kehalalan ini yang sudah mulai dilupakan orang. Ketika keluhan badan sering sakit, anak sering rewel, tidak pernah melihat dari aliran rezeki yang mengalir di badan kita, di badan anak dan pasangan kita. Pengontrolan medis selalu kita cek melalui dokter. Coba sekali kali lakukan pengecekan kesehatan melalui aspek ruhani. Lihat makanan kita, tanya si pencari rezeki, pasangan kita,halalkah atau haramkah makanan yang dia bawa ke rumah. Lihat juga sikap hidup kita, seimbangkah atau tidak, antara pemenuhan jasmani dan ruhani, dan lain sebagainya.
                Perbincangan dengan Pak Tua, Luqman mengambil kesimpulan bahwa tubuh Pak Tua yang sehat itu adaah juga lantaaran aliran darahnya terjaga dari barang-barang yang haram. Mungkin demikian juga tubuh bapak-bapak tua yang lain tetap segar di usia senjanya, diisi oleh makanan yang halal.
                Terhadap tubuh yang terlindungi dari makanan haram, penyakit enggan mendatangi. Makanan dalam dimensi yang lebih luas mempunyai koneksi dengan cara seseorang menjalani hidup kehidupan.
                Seperti sudah disebut di atas, makanan yang halal adalah makanan yang bukan saja baik, tapi juga didapat dari cara-cara yang baik. Kebaikan menimbulkan ketengangan dan keburukan mendatangkan keelisahan. Ini adalah rumusan yang di akui oleh siapa pun. Maka mendatangkan makanan yang haram, sudah pasti akan membuat tubuh menjadi gelisah. Tubuh yang gelisah, otomatis membuat tuh “tidak betah”.
***
Dalam konsep rosululloh, makanan bergizi tinggi, bila dikonsumsi berasalkan dari rezeki yang haram, kegiziannya itu akan berubah menjadi penyakit

Itulah beberapa hal yang membuat pak tua terlihat begitu tegar dan begitu segar di usianya yang senja. Berhati-hatilah untuk terlalu ngoyo mengejar kehidupan dunia ini. Nanti, bukannya kesenangan yang didapat, melainkan penyakit. Tambah hati-hati lagi untuk sebagian kita yang “sembarang” dalam mengais rezeki, mengejar status social. Bisa –bisa ketika harta tergenggam, ketika statuss yang di inginkan tercapai, semua itu tidak bisa dinikmati. Di dunia ini sangat banyak orang yang begitu luar biasa “prestasi” masa mudanya, tapi begitu rapuh ketika memasuki usia senjanya. Akhirnya, dia sendiri tidak bisa menikmati kekayaan yang dibangunnya.
                Misalnya saja seseorang mempunyai kebun dengan beragam hasilnya, lengkap pula dengan aksesorisnya. Tapi ketika masa tua datang, dia meninggalkan keturunan yang payah dan kebun-kebun yang dimilikimya itu musnah terkena angin rebut yang mengandung api.
                Contoh itu sangat tepat untuk menggambarkan keadaan manusia saat sekarang ini. Adakalanya kita saksikan, waktunya menikmati kehidupan malah terbaring lemah, tak mampu menikmati keindahan dunia yang sudah berhasil di genggamnya. Adakalnya kita saksikan waktunya menikmati emas yang didulangnya, kesehatannya malah lari dari kehidupan.
                Demikianlah sebagai bentuk kerapuhan, bukan saja kerapuhan pada masa senja, masa tua, melainkan juga kerapuhan pada masa muda.
                Dunia, tanpa kesalahan saja, sudah begitu rapuh, apalagi bila ia di bangun dengan kesalahan. Dunia sering menggoda dengan sejuta kenikmatan yang ia tawarkan, tapi ketika ketika kita masuk ke dalam godaannya, tampaklah kecacatan.
                “sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia seperti ai hujan yang kami turunkan dari langit, lalu di serap oleh tumbuhan bumi, dan di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi menumbuhkan keindahan tumbuh-tumbuhan itu dan menghiasinya dengan keanekaragamannya, lalu pemiliknya mengira bahwa mereka menguasainya. Tiba-tiba datanglah kepadanya ketentuan kami di waktu malam atau siang, maka kami menjadikannya suda dalam keadaan tersabit, seakan-akan kemarin itu tidak pernah ada tumbuh-tumbuhan. Demkianlah kami jelaskan tanda-tanda kebesaran kami bagi kaum yang mau berpikir”(Q.S Yunus : 24).

                

0 komentar:

Posting Komentar

Sample Text

Subscribe Via Email

Subscribe to our newsletter to get the latest updates to your inbox. ;-)

Your email address is safe with us!

Translate

Facebook

Popular Topics

Popular Posts