Sesuatu yang bukan hak
kita akan dihilangkan oleh yang hak. Dan kadang apa yang halal di genggaman
kita pun bisa ikut mengilang seiring hilangnya apa yang haram.
Bagong bingung. Tagihan kartu kreditnya terancam macet. Apa
pasalnya? Pasalnya, sejak dua bulan yang lalu, dia di PHK, bersama ratusan
karyawan yang lainnya. Sejak itu pula, dia memakai kartu kreditnya tanpa
membayar tagihannya. Bagong tampak menjadi berkurang kreatifitasnya. Dia lebih
menunggu peluang daripada memburu peluang. Jelas saja dia tidak bisa membayar,
sebab ia tidak punya alternative untuk membayarnya.
Daripada pusing memikirkan tagihan
kartu kredit, iseng-iseng ia berjalan ke food center di salah satu mal di Barat
Jakarta. Di sana, ia bukan sekedar makan, melainkan cuci mata sekaligus
ngilangin stressnya.
Tidak lama kemudian, matanya
tertumbuk pada sosok repotnya seorang ibu muda yang membawa anak kecil.
Tampaknya ibu itu akan siap-siap pergi. Mungkin karena terburu-buru, ibu muda
tadi lupa membawa handphone-nya blackberry terbaru. Ini di lihat Bagong. Bagong
menunggu…Bagong melihat..dan…blackberry nya tertinggal!!
“Binggo!”
teriak hati kecil Bagong. Ia yakin ibu muda itu tidak sadar dan sejak semula
memang berharap ibu muda itu lupa akan handphonenya.
“Mungkin ini sudah menjadi rezeki
saya”, pikirnya.
Rezeki yang diperoleh dengan jalan
yang salah adalah bukan rezeki namanya, melainkan bahan bakar kesusahan. Sebab
dikatakan rezeki kalau itu datangnya dari Allah. Sedang Allah tidak menyukai
jalan-jalan yang haram.
Blackberry itu diambil Bagong. Bukan
untuk di berikan kepada ibu muda si pemilik aslinya, melainkan diamankan di
dalam saku celananya.
Beberapa pikiran enak mulai
terbayang. Ia tahu blackberry ini sangat mahal.
“Ada dua
kemungkinan.” Begitu otaknya mulai berpikir-pikir tentang blackberry tersebut.
“Yang pertama, saya pakai sendiri.
Toh, saya punya kartu kredit juga, tapi headsetnya nggak ada? Dan yang kedua
saya bisa jual untuk membayar tagihan kartu”.
Bagong memilih memakainya sendiri.
Ia ganti kartu si ibu muda tadi dengan kartunya, sekalian biar tidak terlacak.
Tapi bagaimana tagihan kartunya? Gampang, begitu pikirannya. Kalau memang nanti
sangat terpaksa, baru di jual. Yang penting sekarang gaya dulu.
Bagong bergegas meninggalkan food
center tersebut. Sampai di terminal Grogol ada satu kejadian yang membuat
Bagong bicara dalam hati,”Tobat Gusti..tobat…!”
Kenapa?
Rupanya Bagong baru saja ditodong
perampok. Handphone yang tadi dia ambil, sekarang diambil perampok tersebut.
Yang menambah parah, kartunya pun ikut hilang, sebab sudah terpasang di
handphone. Bahkan, dompet dia pun ikut diambil(bagong semakin terpukul). Bagong
mengusap dada, lemas. Baru mengambil satu handphone, eh…barang-barang asli
milikya sendiri malah diambil sama orang lain!.
“Punya duit nggak lho buat pulang?”
tanya penodong itu kasar.
“nggak” jawab Bagong singkat.
“ Nih tiga ribu. Cukup buat pulang.
Udah sana cepetan pulang. Jangan macem-macem nanti ku habisi lho!”.
Bagong pun sedih. Si Penodong cuma
memberinya uang tiga ribu ongkos buat naik bus pulang. Nasib nasib..!
Anda pernah mengalami nasib yang
sama dengan Bagong? Dalam artian mengambil barang orang lain tapi kemudian
barang tersebut hilang dan bahkan barang sendir punu ikut jadi korban. Atau
mungkin tidak pernah ya? Karena tidak pernah mengambil hak orang lain. Tapi
sekiranya begitulah, kalau mengambil barang yang bukan hak kita. Bukan saja
barang yang diambil yang akan hilang, melainkan barang kita sendiri pun bisa
ikut hilang dari genggaman kita.
Patut dimengerti, hilangnya sesuatu
yang bukan haknya adalah tidak selalu pada pengertian fisik semata. Sebab bisa
jadi fisiknya tidak hilang. Lalu apa? Pemanfaatan terhadap barang tersebut
tidak ada, alias dihilangkan rasa nikmatnya.
Kalau sudah demikian kejadiannya,
buat apa kita mengambil hak orang lain yang bukan hak kita? Jadi tidak perlu
tergoda memperkaya diri dengan melirik milik orang lain. Apalagi hidup ini
sudah susah, maka jangan kita menambah susah lagi dengan bertindak bodoh.
***
“menghilangkan kesusahan adalah bukan
mrnghadirkan kesusahan yang lain, melainkan dengan jalan kesabaran”
0 komentar:
Posting Komentar